KISARAN.CO.ID, – Suasana disalah satu rumah di Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, siang itu terlihat riuh dan sibuk. Puluhan orang memang terlihat di halaman depan rumah panggung tersebut.
Tampak sebuah kayu sepanjang 1,5 meter dikerumuni warga yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Masing-masing memegang kayu seperti tongka sepanjang dua meter. Lalu, mereka menghentakkan kayu itu secara teratur ke lesung tersebut.
Alhasil, irama dari hentakan kayu itu terdengar seperti nada musik. Para warga pun seakan terhipnotis dan menikmati alunan yang terdengar.
Salah satunya, bakal calon bupati Polewali Mandar, Andi Bebas Manggazali. Siang itu, Kamis, 25 Juli 2024, Ia hadir di tengah-tengah warga Galeso. Berbaur dalam acara pesta rakyat Mappandendang.
Di sini, Bebas, panggilan akrabnya, menjadi saksi atraksi sejumlah tetua warga setempa dalam balutan pakaian adat atau baju bodo. Mereka bergantian melakukan gerakan dengan menumbuk lesung kayu yang menyerupai perahu kecil itu.
Tidak hanya itu , seorang laki laki menari mengikuti irama suara tumbukan kayu ke dalam lesung yang berlangsung beberapa menit.
“Saya sebagai masyarakat turut berbangga kepada warga Galeso karena masih mempertahankan tradisi Mappandendang, ” ujarnya.
Mantan Sekretaris Daerah terpukau dan kagum melihat atraksi Mappandendang. Ia pun berharap tradisi Mappandendang terus dilestarikan.
“Ini warisan budaya tak benda. Sebisa mungkin harus tetap dilestarikan,” kata Bebas.
Atraksi Mappadendang bukan sebatas aktifitas yang biasa-biasa dan muncul begitu saja. Bagi Bebas, tradisi itu sebagai bentuk rasa syukur ke Allah SWT atas padi yang mulai masak siap panen dan pada saat panen tiba.
“Ini bagian dari rasa syukur dan menjadi ciri khas kita dalam menghargai isi bumi, tanaman padi,” ujar Bebas lagi.
Tentu saja, selain wujud syukur, tradisi ini digelar cara untuk mempertahankan tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Tak heran, tradisi itu selalu hadir ketika masa sebelum panen dan pasca panen.(*).(*)